Biografi Professor Abdus Salam - Fisikawan Muslim. Prof. Abdus Salam
dilahirkan pada tanggal 29 Januari 1926 di Jhang, sebuah kota kecil di
Pakistan, pada tahun 1926. Ia merupakan fisikawan muslim terbaik abad
21. Ayahnya ialah pegawai dalam Dinas Pendidikan dalam daerah
pertanian. Kelurga Abdus Salam mempunyai tradisi pembelajaran dan alim.
Hanya sayangnya, ia memasuki Jamaah Muslim Ahmadiyyah dari Qadian,
yang mempercayai kedatangan kedua dari Almasih, Nabi Isa yang kedua
kalinya yang dijanjikan, Imam Mahdi, begitu juga sebagai Mujaddid pada
abad ke 14 H dalam Kalender Islam dalam wujud Mirza Ghulam Ahmad,
sehingga aliran ini dianggap sebagai minoritas non-Muslim di Pakistan.
Akibatnya, sampai saat meninggalnya pada 1996, ia tidak pernah diberi
penghargaan resmi oleh pemerintah Pakistan.
Dalam usia sangat muda (22 tahun) Salam meraih doktor fisika teori
dengan predikat summa cumlaude di University of Cambridge, sekaligus
meraih Profesor fisika di Universitas Punjab, Lahore. Khusus untuk
pelajaran matematika ia bahkan meraih nilai rata-rata 10 di St.John’s
College, Cambridge. Salam adalah satu dari empat muslim yang pernah
meraih Hadiah Nobel. Tiga lainnya adalah Presiden Mesir Anwar Sadat
(Nobel Perdamaian 1978), Naguib Mahfoud (Nobel Sastra 1988), Presiden
Palestina Yasser Arafat (bersama dua rekannya dari Israel, Nobel
Perdamaian 1995).
Penerima gelar Doktor Sains Honoris Causa dari 39 universitas/lembaga
ilmiah dari seluruh dunia ini, yang sekali waktu pernah menyebut
dirinya sebagai penerus ilmuwan muslim seribu tahun yang silam, telah
menyatakan dengan tegas: harga diri suatu umat kini tergantung pada
penciptaan prestasi ilmiah dan teknologis.Harga diri itu, seperti yang
telah dibuktikan oleh Salam sendiri bukan saja dapat mengangkat suatu
masyarakat sejajar dengan masyarakat lain. Gerakan dan keikutsertaan
mencipta sains teknologi akan memberikan kontribusi pada peningkatan
harkat seluruh umat manusia, tanpa melihat agama dan asal-usul
kebangsaannya. Itulah rahmatan lil alaamin.
Abdus
Salam adalah fisikawan muslim yang paling menonjol abad ini. Dia
termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para
fisikawan dalam melihat kelima gaya dasar yang berperan di alam ini.
Yaitu, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan
proton dan neutron tetap berdekatan dalam inti, serta gaya lemah yang
antara lain bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi peluruhan inti
radioaktif. Selama berabad-abad kelima gaya itu dipahami secara
terpisah menurut kerangka dalil dan postulatnya yang berbeda-beda.
Adanya kesatuan dalam interaksi gaya-gaya dirumuskan oleh trio Abdus
Salam-Sheldon Lee Glashow-Steven Weinberg dalam teori “Unifying the
Forces”. Menurut teori yang diumumkan 1967 itu, arus lemah dalam inti
atom diageni oleh tiga partikel yang masing-masing memancarkan arus atau
gaya kuat. Dua belas tahun kemudian hukum itulah yang melahirkan Nobel
Fisika 1979.
Eksistensi tiga partikel itu telah dibuktikan secara eksperimen tahun
1983 oleh tim riset yang dipimpin Carlo Rubia direktur CERN (Cetre
Europeen de Recherche Nucleaire) di Jenewa, Swiss. Ternyata, rintisan
Salam itukemudian mengilhami para fisikawan lain ketika mengembangkan
teori-teori kosmologi mutakhir seperti Grand Theory (GT) yang
dicanangkan ilmuwan AS dan Theory of Everything-nya Stephen Hawking.
Melalui dua teori itulah, para fisikawan dan kosmolog dunia kini
berambisi untuk menjelaskan rahasia penciptaan alam semesta dalam satu
teori tunggal yang utuh. Karena kecerdasannya yang luar biasa, Salam
pernah dipanggil pulang oleh Pemerintah Pakistan. Selama sebelas tahun
sejak 1963 dia menjadi penasihat Presiden Pakistan Ayub Khan khusus
untuk menangani pengembangan iptek di negaranya. Ia mengundurkan diri
dari posisinya di pemerintah ketika Zulfiqar Ali Bhutto naik menjadi PM
Pakistan. Profesor Salaam tak bisa menerima perlakuan Ali Bhutto yang
mengeluarkan Undang-Undang minoritas non Muslim terhadap Jemaat
Ahmadiyah- komunitas Islam tempat dirinya lahir dan dibesarkan.
Tak ada dendam yang sanggup melahirkan perasaan Permusuhan Salam pada
Negerinya Pakistan. Ia memilih pergi dengan damai untuk menyebarkan Ilmu
Pengetahuan bagi Dunia dan seluruh Umat Manusia. Itu dibuktikannya
dengan sebagian besar usianya dihabiskan sebagai guru besar fisika di
Imperial College of Science and Technology, London, dari 1957-1993.
Sejak 1964 ia menjadi peneliti senior di International Centre for
Theoretical Physics (ICTP) di Trieste, Italia, sekaligus menjadi
direkturnya selama 30 tahun.
Hingga akhir hayatnya, putra terbaik Pakistan itu mendapat tak kurang
dari 39 gelar doktor honoris causa. Antara lain dari Universitas
Edinburgh (1971), Universitas Trieste (1979), Universitas Islamabad
(1979), dan universitas bergengsi di Peru, India, Polandia, Yordania,
Venezuela, Turki, Filipina, Cina, Swedia, Belgia dan Rusia. Ia juga
menjadi anggota dan anggota kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional
35 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.
Abdus Salam tergolong duta Islam yang baik. Sebagai contoh, dalam pidato
penganugerahan Nobel Fisika di Karolinska Institute, Swedia, Abdus
Salam mengawalinya dengan ucapan basmalah. Di situ ia mengaku bahwa
riset itu didasari oleh keyakinan terhadap kalimah tauhid. “Saya
berharap Unifying the Forces dapat memberi landasan ilmiah terhadap
keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa,” kata penulis 250 makalah ilmiah
fisika partikel itu.
Prof.Abdus
Salam, wafat Kamis 21 Nov 1996 di Oxford, Inggris, dalam usia 70 tahun
dan meninggalkan seorang istri serta enam anak (dua laki-laki dan
empat perempuan). Salam sudah berangkat menuju Yang Maha Esa di usia 70
tahun. Ia dimakamkan di tanah air yang teramat sangat
dicintainya,dikota Rabwah- Pakistan. Kita yang ditinggalkannya kini
hanya dapat bertanya, benarkah kita juga punya rasa harga diri religius,
seperti rasa harga diri yang menggerakkan tokoh yang teramat dihormati
oleh komunitas sains internasional ini? Yang pasti, penerima gelar
Doktor Sains Honoris Causa dari 39 universitas/lembaga ilmiah dari
seluruh dunia ini, yang sekali waktu pernah menyebut dirinya sebagai
penerus ilmuwan muslim seribu tahun yang silam, telah menyatakan dengan
tegas: harga diri suatu umat kini tergantung pada penciptaan prestasi
ilmiah dan teknologis.
Saturday, July 28, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment